Sunday, November 8, 2009

Mari Berbelanja ke Pasar Tradisonal



Kemarin Maya Soeharto sohib saya menanyakan di wall FBnya siapa saja yang suka ke pasar tradisional hari Sabtu atau Minggu pagi. Menurutnya berbelanja di pasar tradisional entertaining dan refreshing. Kenapa demikian, selain tersedianya aneka macam kebutuhan pokok dan tidak pokok (serba ada..hehehe), disana bisa nawar serta berkomunikasi/ngobrol ngalor ngidul dengan pak/bu pedagang. Ini adalah satu hal yang tak mungkin terjadi di pasar modern seperti super/hyper market. Dia berpendapat, bahwa menawar di pasar tradisional itu merupakan satu daya tarik karena bersifat challenging dan fun, meski akhirnya sering tak tega karena harga menjadi terlalu murah.

Mengapa sahabat saya yang bisa dikatakan ibu-ibu masyarakat modern saat ini sampai bertanya demikian, saya duga berdasarkan keprihatinannya akan keberadaan pasar tradisional saat ini. Terus menjamurnya pasar modern seperti mall, plaza, minimarket, supermarket, hypermarket di kota dan desa, menyebabkan meredupnya pamor pasar tradisional. Tak bisa disangkal, kehadiran pasar modern saat ini merupakan tuntutan dan konsekuensi dari gaya hidup masyarakat di era globalisasi. Tapi di sisi lain juga membawa dampak kurang baik. Atas dasar itu, ada pihak yang memprediksi bahwa beberapa tahun mendatang pasar tradisional tinggal kenangan. Apa benar demikian?

Dalam tulisan kali ini saya mencoba untuk menguraikan kelebihan dan kekurangan pasar tradisional dibanding pasar modern/supermarket dari sudut pandang saya sendiri. Ada 4 kelebihan pasar modern yang seluruhnya sangat berkaitan dengan faktor kenyaman yang menyebabkan orang modern lebih suka untuk berbelanja di pasar modern dibandingkan pasar tradisional.
  1. supermarket dapat menjual lebih banyak produk yang lebih berkualitas dengan harga yang lebih murah
  2. informasi daftar harga setiap barang tersedia dan dengan mudah diakses publik
  3. supermarket menyediakan lingkungan berbelanja yang lebih nyaman dan bersih, dengan jam buka yang lebih panjang, dan menawarkan aneka pilihan pembayaran seperti kartu kredit dan kartu debit dan menyediakan layanan kredit untuk peralatan rumahtangga berukuran besar
  4. produk yang dijual di supermarket, seperti bahan pangan, telah melalui pengawasan mutu dan tidak akan dijual bila telah kedaluwarsa.
Sebaliknya image pasar tradisional masih tetap seperti dulu. Situasi pada umumnya penuh sesak, panas, becek, kotor, kumuh, dan semrawut dengan tumpukan sampah dimana-mana. Kebersihan dan kerapihannya nyaris tidak terjaga. Harga yang fluktuatif dan harus ditawar, adanya copet, pengamen, resiko pengurangan timbangan pada barang yang dibeli. Belum lagi minimnya infrastruktur dan fasilitas umum, antara lain sempitnya lahan parkir, akses masuk, penerangan, toilet, instalasi air bersih, dan pemadam kebakaran yang tidak tersedia.

Dengan segala kondisi sedemikian rupa dimana pasar modern terlihat begitu nyaman & menyenangkan, tapi mengapa saya dan banyak ibu-ibu modern lain tetap saja setia mampir ke pasar tradisional setiap minggunya? Ternyata hal ini cocok dengan segala apa yang dikatakan Maya dan juga berdasarkan apa yang saya alami selama ini.
  1. masih adanya kontak sosial saat tawar menawar antara pedagang dan pembeli. Tidak seperti pasar modern yang memaksa konsumen untuk mematuhi harga yang sudah dipatok
  2. keinginan masyarakat memperoleh produk dengan harga murah di saat krisis membuat pasar tradisional terselamatkan dari desakan pasar modern
  3. pasar tradisional menggambarkan denyut nadi perekonomian rakyat kebanyakan. Di sana, masih banyak orang yang menggantungkan hidupnya, dari mulai para pedagang kecil, kuli panggul, pedagang asongan, hingga tukang becak.

No comments: