Tuesday, December 15, 2009

Terjebak Hutang Karena Tergoda Iklan TV?



Jika kita menonton TV pasti kita pernah melihat berbagai macam iklan dari bank yang menawarkan kemudahan pinjaman/kartu kredit untuk berbagai keperluan (apa saja!). Siapapun akan senang dengan iklan tersebut karena mayoritas dibuat dengan bugdet yang cukup besar sehingga tampak indah dan menarik bagi orang yang melihatnya. Kesan secara umum yang ditangkap adalah, adanya pinjaman/kartu kredit tersebut akan membuat hidup kita sangat menyenangkan karena dapat membeli/memenuhi apapun yang kita inginkan/perlukan segera, tanpa harus menunggu uang kita cukup/terkumpul. Pinjaman/kartu kredit ini bisa digunakan untuk keperluan apa saja seperti pesta pernikahan, melahirkan, uang sekolah anak, berlibur dan berbelanja barang mewah/konsumtif (mobil dan elektronik). Jadi sebuah solusi yang sangat mudah dan gampang...tinggal ajukan aplikasi pinjaman dan... semuanya akan beres!

Kalau pada masa dulu orangtua kita mengajarkan untuk hidup hemat, rajin menabung, menghindari berhutang (karena berhutang dipandang kurang baik/pantas) untuk membeli sesuatu barang/benda yang diinginkan, maka saat ini dengan bombardir/gencarnya iklan, kredit semakin menjamur dan menjangkau berbagai kalangan/lapisan masyarakat. Ada berbagai macam motivasi orang mengambil kredit. Ada yang memang membutuhkan, atau sekedar mengikuti trend, atau karena memang ingin dipandang cukup kaya/mampu. Memang diakui bahwa KTA/kartu kredit itu berguna jika dipakai dengan benar, yaitu arus transaksi dan barang lancar karena adanya penangguhan pembayaran bagi mereka yang tidak bisa membayar secara kontan. Namun kebaikan itu juga menimbulkan dampak negatif yaitu mendorong sesorang bersifat konsumtif dengan berusaha memenuhi kebutuhan di luar kemampuannya. Apabila kita tidak bisa mengendalian pembelian secara kredit, maka kita akan bersifat konsumtif.

Ya, adanya berbagai KTA/kartu kredit diyakini menjadi penyebab meningkatnya konsumerisme di kalangan masyarakat. Konsumerisme adalah sebuah perilaku dimana timbul rasa senang dengan membeli dan mengkonsumsi barang. Biasanya konsumerisme erat dikaitkan dengan negara maju, namun perilaku ini tidak lekang oleh budaya maupun letak geografis. Hampir seluruh masyarakat di kota besar diberbagai pelosok dunia mulai terjangkit sifat konsumerisme dimana mereka mulai membeli banyak barang melampaui kebutuhan mereka. Amerika dan negara-negara Eropa sudah mengalaminya sejak beberapa dekade yang lalu. Namun pada 2004, hampir setengah pembelanja tinggal di negara berkembang, termasuk 240 juta di China dan 120 juta di India. Mengingat Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar setelahnya, maka Indonesia berpotensi untuk menyumbang angka besar untuk jumlah pembelanja terbesar.

Adanya berbagai iklan pinjaman/kartu kredit yang menggiurkan ini ditambah dengan adanya kebijakan dari bank untuk mempermudah proses pengajuan/aplikasi dan tanpa agunan, maka semakin banyak orang tertarik untuk meminjam meski mereka mungkin tidak/belum memerlukannya. Mengajukan aplikasi Kredit Tanpa Agunan (KTA)/kartu kredit kini sama mudahnya dengan menemukan tukang nasi goreng dibawah jembatan penyeberangan. Apalagi jika sudah memegang/mempunyai satu KTA/kartu kredit, maka dijamin KTA/kartu kredit dari bank lain akan mudah tiba ditangan anda.

Tidak berhenti sampai disitu, selanjutnya para pemegang KTA/kartu kredit akan dibanjiri promosi kenaikan pagu kredit, berbagai barang yang bisa dicicil sekian bulan dengan bunga 0%, serta diskon sampai 70% di gerai pakaian tertentu. Semuanya membuat konsumen semakin tergoda untuk menggesekkan/mempergunakan KTA/kartu kredit dengan alasan kapan lagi dapat diskon besar. Alasan utama untuk belanja karena benar-benar membutuhkan suatu barang seringkali tergeser menjadi prioritas kesekian. Membeli barang secara kredit, apabila tidak konsekwen bias menjadi beban, bahkan bisa menjadi boomerang buat kita. Hal ini bisa terjadi jika kita tidak pandai-pandai mengatur dan menyiasati kondisi keuangan kita.

Dampak yang paling jelas dari kebiasaan ini adalah alokasi dana belanja menjadi kacau balau. Rencana jangka panjang untuk berinvestasi menjadi terkalahkan oleh keinginan jangka pendek yang menguras dompet dan tabungan. Bahkan banyak dari kita akhirnya yang terjebak dengan hutang karena kita tidak memperhitungkan bunga KTA/kartu kredit (kredit konsumtif) biasanya jauh lebih tinggi dari kredit modal kerja/bisnis biasa. Kalau sudah begini, maka kesengsaraanlah yang timbul. Pasti akan menjadi saat saat yang sangat tidak menyenangkan bagi kita semua. Berbagai tagihan akan datang silih berganti menghampiri kita. Semua penghasilan kita harus dikumpulkan untuk menutup hutang kita tadi. Nah, ternyata ajakan menggiurkan dari iklan TV tersebut tidak berakhir semanis gambaran iklan tersebut, bukan? Untuk itu, sebelum terlambat mari kita kembali ke falsafah berbelanja yang sederhana, yaitu beli seperlunya dan sesuai kemampuan!

No comments: